Pages

Ads 468x60px

Kamis, 19 November 2009

ta'rib

TA’RIB DALAM AL-QUR’AN SERTA SIKAP PARA ULAMA DALAM PERSOALAN TA’RIB

التعريب فى القرأن و اراء العلماء نحوه

Oleh : Eva Ardinal

I. Pendahuluan

Yang dimaksud dengan ta’rib dalam judul di atas adalah “kosa-kata asing yang telah diserap ke dalam bahasa Arab”.[1] Dengan demikian, persoalan sentral dalam tulisan ini terkait dengan pertanyaan apakah terdapat kosa-kata serapan bukan bahasa Arab dalam al-Qur’an serta bagaimana pandangan para ulama terkait persoalan ta’rib tersebut?

Di dalam al-Qur’an sendiri terdapat sepuluh ayat yang mengisyaratkan bahwa al-Qur’an itu berbahasa Arab.[2] Baik tafsir klasik, yang bercorak atsar, seperti Jami’ al-bayan maupun tafsir modern yang lebih banyak memberikan analisis pemikiran, seperti fi Dhilal al-Qur’an dan tafsir al-manar, menafsirkan kata arabiy dalam ayat-ayat itu sebagai “berbahasa Arab”.[3] Hal ini dapat dipahami, karena setiap rasul diutus dengan bahasa kaumnya, sedangkan Muhammad sang pengemban risalah terakhir itu adalah orang Arab dimana bahasanya dan bahasa kaumnya adalah bahasa Arab.

Pembahasan apakah terdapat kosa-kata serapan dari bahasa asing dalam al-Qur’an tentu merupakan sebuah pembahasan yang harus di akui sangat kontroversial, karna para ulama sendiri memiliki pendapat yang berbeda dalam menyikapi persoalan tersebut.[4]

Terlepas dari perbedaan-perbedaan ulama yang tidak memiliki kata sepakat terkait persoalan di atas, harus diakui bahwa memang terdapat kosakata serapan asing dalam al-Qur’an. Namun kosakata asing tersebut mesti dipahami sebagai kosakata yang telah diserap ke dalam bahasa Arab dengan ketentuan-ketentuan yang ketat melalui proses perpindahan serta perubahan yang disebut dengan ta’rib atau pengaraban serta telah digunakan oleh masyarakat Arab pra Islam yang pada saat al-Qur’an diturunkan ternyata juga mengikut sertakan bahasa serapan tersebut ke dalam al-Qur’an.

II. Selayang Pandang; Al-Qur’an dan Bahasa Arab

Dalam pandangan umat Islam, al-Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad sebagai Pedoman dan petunjuk bagi manusia. Demikian terjemahan Al-Qur’an (QS. 2:2),[5] sebagai penegas bagi orang-orang yang bertaqwa; bahwa tidak akan pernah ada kesalahan dalam al-Qur’an, baik secara harfiah atau kandungan ajarannya untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan di dunia. Selama kurun waktu 23 tahun, kitab suci ini diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul ditengah kehidupan manusia.

Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa nabi Muhammad. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Dalam kehidupan mereka telah terbangun tradisi musabaqah untuk menciptakan dan menggubah puisi, khutbah, dan nasehat. Karya-karya mereka yang dinilai indah akan digantungkan di dinding ka’bah, dan bahkan didendangkan di hadapan publik. Para penyair atau sastrawan mendapat kedudukan istimewa di tengah masyarakat Arab.[6]

Karena masyarakat Arab mengklaim bahwa al-Qur’an bukan merupakan firman Allah, sementara pada saat yang bersamaan mereka memiliki keahlian yang tinggi dalam bidang bahasa, maka tidak mengherankan jika tantangan pertama yang dilontarkan oleh al-Qur’an kepada mereka yang ragu adalah tantangan untuk menyusun kalimat semacam al-Qur’an, minimal dari segi keindahan dan ketelitiannya.[7]

Dengan demikian dapat dipahami bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’an dari aspek bahasa merupakan kemukjizatan yang utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab. Kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka saat itu, bukan dari aspek isyarat ilmiyah ataupun pemberitaan ghaib, karena kedua aspek itu berada di luar pengetahuan dan kemampuan mereka.

Persoalan selanjutnya, kenapa harus bahasa Arab yang dijadikan Allah sebagai bahasa al-Qur’an? Bukan bahasa lain? Barangkali itu adalah hak “ketuhanan” Allah, yang jelas tidak bisa kita kritisi untuk menafikannya. Meski demikian, pilihan Allah mengapa Al-Quran itu dalam bahasa Arab bisa dijelaskan secara ilmiah dengan beberapa point argument berikut:

1. Bahasa Tertua Yang Terbukti Masih Aktif

Secara historis, bahasa Arab termasuk salah satu dari rumpun bahasa Semit. Ada banyak tokoh dengan pernyataan yang sama; bahwa bahasa Arab merupakan salah satu rumpun bahasa semit. Sebut saja Masnal Jazuli, Guru Besar Bahasa Arab IAIN Imam Bonjol Padang, dalam bukunya al-Isytirâk fi al-Lughah al-Arabiyyah menyatakan:

اللغة العربية من اللغات السامية[8]

Lebih jauh dari itu, Emil Badi’ Yakub, setelah menganalisa berbagai pendapat terkait bahasa Arab sebagai salah satu bahasa semit, lalu Ia menyimpulkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling dekat dengan bahasa proto semit (al-Umm al-Sâmit). Sebagai terungkap dalam bukunya Fiqhu al-Lughâh al-Arabiyah wa Khasâisuha :

.......... إلى أن اللغة العربية هى اقرب اللغة السامية الى اللغة السامية الأم[9]

M. Quraish Sihab, dalam bukunya Mukjizat al-Qur’an juga menyatakan bahwa bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit,[10] sama dengan bahasa Babilonia, Asyuria, Aramy, Ibrani, Yaman Lama, Habsyi Semit dan bahasa Arab itu sendiri. Ketiga bahasa yang pertama telah lenyap, demikian pula sebagian dari bahasa-bahasa Yaman Lama. Sedangkan tiga yang terakhir masih ada, tapi bahasa Arab adalah yang paling menonjol dan paling luas tersiar dan tersebar.

Realita inilah yang menjadi salah satu penyebab keunggulan bahasa Arab dari bahasa lainnya; sampai saat ini masih “hidup” dan menjadi alat berkomunikasi resmi, setidaknya oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Jazirah Arab dan Asia Tengah

2. Bahasa Terkaya

Sebagai salah satu bahasa tertua, wajarlah bila bahasa Arab memiliki jumlah kosa kata yang paling besar. Selain itu, bahasa Arab dikenal memiliki banyak kelebihan, di antaranya: (1) Sejak dahulu hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup, (2) Bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan, (3) Bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab mempunyai tashrif yang amat luas hingga dapat mencapai 3000 bentuk perubahan, yang demikian itu tak terdapat dalam bahasa lain.

3. Bahasa Penunjang Kekekalan Al-Qur’an

Tiga kesatuan poin agama Islam; risalah (Islam), kitab (Al-Qur’an) dan rasul Allah (Muhammad). Karena Islam adalah risalah yang universal dan kekal, maka mukjizatnya harus retoris dan linguistis. Dan Allah telah berjanji untuk memeliharanya, seperti ditegaskan-Nya: “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Dzikra (Al-Qur’an) dan Kami pula yang memeliharanya.” (Qs. 15: 9).

Untuk itu diperlukan sebuah bahasa khusus yang bisa menampung informasi risalah secara abadi. Sebab para pengamat sejarah bahasa sepakat bahwa tiap bahasa itu punya masa eksis yang terbatas. Lewat dari masanya, maka bahasa itu akan tidak lagi dikenal atau bahkan hilang dari sejarah sama sekali.

Maka harus ada sebuah bahasa yang bersifat abadi dan tetap digunakan oleh sejumlah besar umat manusia sepanjang masa. Bahasa itu ternyata menurut pakar bahasa adalah bahasa Arab, sebagai satu-satunya bahasa yang pernah ada dimuka bumi yang sudah berusia ribuan tahun dan hingga hari ini masih digunakan oleh sejumlah besar umat manusia.

III. Kosa Kata Serapan Asing (Ta’rib) dalam al-Qur’an

Salah satu persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli bahasa dan sastra Arab serta mufasir al-Qur’an adalah apakah kosakata serapan dari bahasa asing dipakai dalam al-Qur’an atau tidak? Dengan kata lain, apakah semua kata yang digunakan dalam al-Qur’an adalah Arab asli atau ada juga kata-kata yang telah melalui proses pengaraban?

Secara istilah, kata-kata yang diserap oleh bahasa Arab dari bahasa-bahasa lain disebut dengan mu’arrob, dan tentunya melalui proses perpindahan serta perubahan yang disebut dengan ta’rib atau pengaraban.[11]

Biasanya, kata-kata asing satu bahasa masuk ke bahasa lain disebabkan oleh faktor-faktor berikut: kedekatan letak geografis, hubungan perdagangan, imigrasi, politik, kultur, ekonomi, industri dan lain-lain. Intinya, faktor-faktor ini adalah faktor yang berakar dari tuntutan-tuntutan material dan spiritual manusia.[12]

Itulah sebabnya mengapa terjadi proses bargaining kata. Sejalan dengan perkembangan peradaban, budaya pun melalui waktu yang cukup panjang dalam sejarah manusia dan proses bargaining meningkat luar biasa sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi bahasa hidup dunia yang masih murni. Tidak ada pula bangsa beradab yang berani mengaku bahwa bahasa mereka bersih dari unsur-unsur asing serapan atau pinjaman dari bangsa-bangsa lain.

Bahasa Arab juga tidak terhindar dari proses bargaining kata. Karena bangsa Arab pra Islam sendiri sebagaimana disinyalir oleh Ramadhan ‘Abd Thawwab dalam Fiqhul ‘Arabiyyah,[13] juga telah melakukan interaksi dengan masyarakat diluar Arab, seperti Persi, Akhbas, Romawi, Suryani, Nabti, dsb. Pernyataan yang sama juga termuat dalam buku Fiqh al-Lughah karya ‘Abd Wahid Wafi, Ia mencontohkan salah bentuk hubungan politik dan perdagangan antara Arab dengan jirannya, yaitu hubungan yang terjalin antara Arab dengan ‘Aramiyyin.[14] kondisi ini tentu akan berdampak pada saling keterpengaruhan antar sesama bangsa yang saling berinteraksi tersebut, terutama keterpengaruhan dalam bidang bahasa.[15] Namun, yang lebih menjadi persoalan adalah apakah al-Qur’an yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah saw dengan bahasa Arab fasih yang populer di kawasan Hijaz pada waktu itu memakai kata-kata asing juga atau tidak? Yang harus digaris bawahi adalah sesungguhnya keterbukaan sebuah bahasa untuk menerima atau menyerap kata-kata asing maupun daerah tidak berarti mempertaruhkan kesejatian bahasa tersebut.

Serapan dari bahasa lain adalah hal yang sangat lumrah dan pasti terjadi pada semua bahasa. Karena toh sebenarnya menurut para ahli bahasa, antara satu bahasa dengan bahasa lain saling terkait secara historis. Bahkan sebenarnya, menurut mereka, tiap-tiap bahasa punya induk dan tiap-tiap induk sebenarnya berasal dari satu sumber. Sebut saja bahasa Arab, Suryani, Habsyi, Nabthi, dan bahasa-bahasa lainnya yang serumpun, berasal dari bahasa induk yang sama, yaitu bahasa semit klasik.[16]

Adanya fenomena unsur serapan dari bahasa lain, sebenanya sama sekali tidak mengganggu identitas suatu bahasa. Al-Quran tetap saja dikatakan berbahasa Arab, meski ada beberapa istilah yang oleh para ahli sejarah bahasa dikatakan bukan sebagai asli dari bahasa Arab. Masalahnya, lagi-lagi karena orang Arab saat di mana al-Quran diturunkan memang sudah menganggapnya bagian dari bahasa Arab. Walau para ahli sejarah bahasa menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari unsur serapan dari bahasa lain.

Untuk menguatkan analisa di atas, ada baiknya kami kutip pernyataan Quraish Syihab dalam bukunya Mukjizat al-Qur’an: “Tidak dapat disangkal bahwa ayat-ayat al-Qur’an tersusun dengan kosa kata bahasa Arab, kecuali beberapa kata yang masuk dalam perbendaharaannya akibat akulturasi.”[17] Yaitu, pengaruh dari percampuran kebudayaan Arab dengan kebudayaan-kebudayaan lainnya, terutama sekali percampuran antar sesama bangsa yang masih berada dalam satu rumpun, yakni rumpun semit.

Disamping pendapat Quraish Shihab di atas, perlu juga dicatat pernyataan W. Wontgomery Watt, dalam bukunya Bell’s Introduction to the Qur’an,[18] ungkapnya: “Pandangan beberapa cendekiawan muslim yang diwakili oleh al-Suyuthi (w. 1505) dan ‘Abd al-Rahman al-Sa‘âlabi (w.1468), yang dengan penuh nalar menyatakan bahwa sebagai akibat hubungan orang-orang Arab dengan bangsa asing, berbagai kata bukan Arab masuk ke dalam bahasa Arab, tetapi karena kata-kata ini sudah diarabkan, maka masih benar bahwa dikatakan Qur’an ditulis dalam ‘bahasa Arab’ yang jelas.

Senada dengan dua pendapat di atas, Abdul Qadir al-Maghribi, sebagaimana dikutip oleh Emil Badi’ ya’kub dalam Fiqh lughah al-Arabiyyah wa Khasaisuha menyatakan telah ada ketetapan di kalangan ahli kebahasaan bahwa memang terdapat unsur serapan dari bahasa asing dalam al-Qur’an.[19]

Emil Badi' Ya'kub memetakan beberapa metode yang dilakukan dalam proses ta'rib atau yang disebut dengan manâhij fi ta'rib al-alfaz yang biasa digunakan oleh masyarakat Arab ketika akan mengambil kata yang berasal dari bahasa ‘ajam dan menjadikan kata tersebut sebagai bagian dari bahasa Arab. Metode atau manahij yang dimaksud adalah :

المناهج فى تعريب الألفاظ الأعجمية على نحو التالى:

- إبدال حرف بحرف. نحو : "جرم" معرب "كرم" الفارسية بمعنى الحر. و "صرد" معرب "سرد" الفارسية بمعنى البرد

- إبدال حركة بحركة. نحو : "سرداب" معرب "سرداب" بمعنى بناء تحت الأرض. وقد اجتمع النوعان :الأول و الثانى فى نحو : "سكر" معرب "شكر"

- زيادة شيء. نحو : "أرندج" (جلد اسود) معرب من "رنده" الفارسية. ويلاحظ فى هذه الكلمة, قلب الهاء جيما.

- نقض شيء. نحو : "بهرج" معرب "تبهره"[20]

Berdasarkan uraian-uraian di atas, tidak berlebihan kiranya jika kami berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang tidak punya unsur serapan dari bahasa lain. Terlebih lagi jika bahasa-bahasa itu masih memiliki rumpun bahasa yang sama, seperti bahasa Arab dengan bahasa-bahasa semit lainnya.

Jadi, merupakan hal yang wajar, logis dan masuk akal bila dalam bahasa yang digunakan oleh orang Arab, ada terdapat satu dua kosa kata yang merupakan serapan dari bahasa lain, bahkan ketika kosakata tersebut menjadi bagian dari lafaz-lafaz yang digunakan al-Qur’an.

Pembahasan yang paling mudah dan terjangkau bagi pembaca berbahasa Inggris adalah karya Arthur Jeffery,[21] dalam karyanya The Foreign Vocabulary of the Quran.[22] Sesudah ‘bab pendahuluan’ yang melukiskan bagaimana usaha para cendikiawan muslim dalam menangani masalah ini, Dia mencatat sekitar 275 kata, selain kata nama diri, yang dianggap sebagai kosa kata asing dalam al-Qur’an.

Selanjutnya, setelah menganalisa beberapa buku karya tokoh Islam, seperti al-Itqân fi Ulûm al-Qur’an dan al-Muhazzabu fima waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab karya al-Suyûthi, serta buku al-Mu‘arrab karya al-Jawâliqi. Lalu ia mengklasifikasikan kosakata asing dalam al-Qur’an berdasarkan asal-usulnya, sebagai berikut:

a. Words borrowed from Ethiopic (لسان الحبشة)

b. Words borrowed from Persian (اللغة الفارسية)

c. Words borrowed from Greek (اللغة الرومية)

d. Words borrowed from Indian (اللغة الهندية)

e. Words borrowed from Syriac (اللغة الشريانية)

f. Words borrowed from Hebrew (اللغة العبرانية)

g. Words borrowed from Nabatiean (اللغة النبطية)

h. Words borrowed from Coptic (اللغة القبطية)

i. Words borrowed from Turkish (اللغة التركية)

j. Words borrowed from Negro (اللغة الزنجية)

k. Words borrowed from Berber (اللغة البربرية)

Klasifikasi asal-usul bahasa yang dibuat oleh Arthur di atas, sebenarnya hanya copi-paste dari apa yang telah dahulu dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam, seperti al-Suyuthi dan al-jawaliqi.

Sementara itu, Syahin,[23] sebagaimana dikutip oleh Salman Harun dalam bukunya Mutiara al-Qur’an, juga telah meneliti kata-kata yang diduga berasal dari bahasa bukan Arab berdasarkan informasi yang diberikan oleh Abu Hatim al-Razi di dalam al-Zinah, dan al-Suyuthi di dalam al-Itqân. Ia menemukan empat kelompok kata yang dikatakan berasal dari bahasa bukan Arab, yaitu: (a). Kelompok bahasa-bahasa Semit; bahasa Ethiopia, Suryani, Ibrani, dan Nabti. (b). Kelompok bahasa-bahasa Indo-Eropa; Yunani dan bahasa Persi. (c). Kelompok bahasa-bahasa Hamit; bahasa Barbar dan bahasa Kopti. (d). Kelompok bahasa-bahasa Turanik; bahasa Turki dan bahasa-bahasa bukan Arab lain. [24]

Sedangkan kata-kata dalam al-Qur’an yang diakui Syahin berasal dari bahasa asing sesuai pengelompokan di atas adalah:

Suryani

Ibrani

Ethiopia

Persi

Nabti

Romawi

Barbar

Cina

Zanji

‘Ajam

قنطار

الطور

أليم

حيث لك

إبراهيم

القمل

جهنم

الربانيون

إسماعيل

موسى

عيسى

فومها

الجبت

سكرا

مشكات

دري

لينة

قسوة

مبتكأ

سواع

جهنم

دينار

التنور

سجيل

سندس

مقاليد

بيع

ياقوت

برزخ

مرجان

مسك

زنجيل

استبرق

كافور

تحتها

سناء-سنين

الرقيم

الفردوس

أباريق

الصراط

المهل

كرسيه

حصب

قرطاس

سلسبيل

Untuk mengidentifikasi ke-'ajaman suatu kata, para linguis Arab menerapkan beberapa prinsip yang dengan prinsip-prinsip tersebut ke'ajaman suatu kata dapat diketahui. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

العلامات يعرف بها المعرب فى العربية :

- اجتماع الصاد و الجيم. مثل : جص, وصنجة, وصولجان

- اجتماع الجيم و القاف. مثل : المنجنيق, والجوالق, والجرموك

- اجتماع الباء والسين والتاء. مثل : البستان

- وقوع الراء بعد النون. مثل : نرجس, و نرسيان

- وقوع الزي بعد الدال. مثل : المهندز

- خلو الكلمة الرباعية والخماسية من حروف الذلاقة (فر من لب). مثل : عقجش

- خروج الكلمة عن الأوزان, مثل : ابريسم

- نص أئمة اللغة على ان اللفظ غير عربية[25]

Jalâluddin al-Suyûthi, dalam bukunya al-Itqân, selain memuat pendapatnya sendiri ia juga memuat pendapat Ibnu al-Subki dan al-Khafiz Ibn Hajar yang mengumpulkan kosa-kata bukan Arab yang digunakan al-Qur’an dalam bentuk syair berikut:[26]

1. Menurut Ibnu al-Subki :

السَلسَبيلُ وَطَهَ كُـوِّرَت بِـيَعٌ

رومٌ وَطوبى وَسِجّيلٌ وَكافورُ

وَالزَنجَبيلُ وَمِشكاةٌ سَرادِقٌ مَع

اِستَبرَقٍ صَلواتٌ سُندُسٌ طورُ

كَذا قَراطيسُ رَبّانِيِّهِم وَغَـسـا

قٌ ثُمَّ دينارُ وَالقِسطاسُ مَشهورُ

كَذاكَ قَسوَرَةٌ وَالـيَمُّ نـاشِـئَةٌ

وَيُؤتِ كِفلَينِ مَذكُورٌ وَمَسطورُ

لَهُ مَقاليدُ فِـردَوسٌ يُعَـدُّ كَـذا

فيما حَكى اِبنُ دُرَيدٍ مِنهُ تَنّورُ

2. Menurut al-Khafiz Ibn Hajar :

وَزِدتُ حَرمٌ وَمُهلٌ وَالسِجِـلُّ كَـذا ال

َرى وَالأَبُّ ثُمَّ الجِـبـتُ مَـذكُـورُ

a. Suryani

b. Ibrani

وَقِـطَّـنـا وَإِنـاهٌ ثُـمَّ مُـتَّـكَـــئاً

دارَستُ يُصهَرُ مِنهُ فَهوَ مَصـهـورُ

وَهَيتَ وَالسَكَرُ الأَوّاهُ مَـع حَـصَـبٍ

وَأَوِّبي مَعهُ وَالطاغوتُ مَـسـطـورُ

صِرهُنَّ أَصري وَغيضَ الماءُ مَع وَزَرٍ

ثُمَّ الرَقيمُ مَناصٌ وَالـسَـنـا الـنـورُ

3. Menurut al-Suyuthi :

وَزِدتُ يس وَالرَحمَنُ مَع مَلَكو

تٍ ثُمَّ سينينَ شَطرَ البَيتِ مَشهورُ

ثُمَّ الصِراطِ وَدُرِّيٍّ يَحـورُ وَمُـر

جانٌ أَليمٌ مَعَ القِنطارِ مَـذكـورُ

وَراعِنا طَفِقا هُدنا اِبلَـعـي وَوَرا

ءَ وَالأَرائِكُ وَالأَكوابُ مَـأثـورُ

هودٌ وَقِسطٌ وَكُفرٌ رَمزَهُ سَـقَـرٌ

هَونٌ يَصُدّونَ وَالمَنساةُ مَسطـورُ

شَهرٌ مَجوسٌ وَأَقفالُ يَهـودُ حَـوا

رِيّونَ كَنزٌ وَسَجّـينٌ وَتَـثـبـيرُ

بَعـيرُ آزَرُ حـوبٌ وَردَةٌ عَـرِمٌ

إِلٌّ وَمِن تَحتِها عَبَّدتَ وَالصـورُ

وَلِينَةٌ فومُها رَهوٌ وَأَخـلَـدُ مَـز

جاةٌ وَسَيِّدُها القَـيّومُ مَـوفـورُ

وَقُمَّلٌ ثُمَّ أَسفارٌ عَنـى كُـتُـبـاً

وَسُجَّداً ثُـمَّ رِبِّـيّونَ تَـكـثـيرُ

وَحِطَّةٌ وَطَوى وَالرِسُّ نونُ كَـذا

عَدنٌ وَمُنفَطِرُ الأَسباطُ مَذكـورُ

مِسكٌ أَباريقُ ياقوتٌ رَووا فَهُـنـا

ما فاتَ مِن عَدَدِ الأِلفاظِ مَحصورُ

وَبَعضُهُم عَدَّ الأولى مَع بَطائِنُهـا

وَالآخِرَةَ لِمعاني الضِدِّ مَقصـورُ

وَما سُكـوتِـيَ عَـن آنٍ وَآنِـيةٍ

سينا أَوابِ وَالمرقومُ تَقـصـيرُ

وَلا بِأَيدي وَما يَتلوهُ مِن عَـبَـسٍ

لِأَنِّها مَعَ ما قَـدَّمـتُ تَـكـريرُ

Bentuk-bentuk ta’rib dalam al-Qur’an sebagaimana terungkap di atas dapat dijelaskan secara berurut sebagai berikut:[27]

A. Huruf Hamzah

1. Kata (أباريق) dalam firman Allah (بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِينٍ) Berasal dari bahasa Persi yang bisa bermakna saluran air atau menuangkan air.

2. Kata (أبا) dalam firman Allah (وَفَاكِهَةً وَأَبّاً), yang berarti alhissis (rumputan) dalam bahasa ahlu al-Maghrib

3. Kata (إبلعى) dalam firman Allah (يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ). Ibnu Hatim dalam tafsirnya, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi, menyatakan bahwa kata ibli’I Berasal dari bahasa Habsyi. Sementara Saikh bin Hayyan menyatakan berasal dari bahasa Hindi.

4. Kata (أخلد) dalam ayat (وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ), yang berarti rukun (sandaran) dalam bahasa Ibrani

5. Kata (الأرائك) dalam ayat (عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ). Ibnu al-Jauziy dalam bukunya Funun al-Afnan, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi menyatakan itu adalah bahasa Habsi yang berarti dipan atau ranjang

6. Kata (ازر) dalam ayat (وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ آزَرَ). al-Kirmaniy dalam al-Aja’ib, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi menyatakan bahwa Azar dalam ayat di atas berasal dari bahasa Persi yang berarti Syaikh (orang yang sudah uzur)

7. Kata (استبرق). Menurut Abu Hatim dan Abu Ubaid, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Persi

8. Kata (اسفار). Al-Wasithi dalam al-Irsyad menyatakan kata tersebut berasal dari bahasa Suryani, sementara al-Kirmaniy berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Nabti. Kata asfar, baik dalam bahasa Suryani ataupun nabti sama-sama berarti al-Kutub (kitab)

9. Kata (اصرى). Abu al-Qasim dalam kitabnya Lughat al-Qur’an menyatakan kata tersebut berasal dari bahasa Nabti yang berarti ‘ahdiy (perjanjian)

10. Kata (اكواب), berasal dari bahasa Nabti yang berarti gelas atau cangkir

11. Kata (أليم) berasal dari bahas Ibrani

12. Kata (إلا) berasal dari bahasa nabti yang merupakan nama Allah

13. Kata (إناه). Menurut Abu Qasim dalam bukunya lughat al-Qur’an, kata tersebut berasal dari bahasa Barbar

14. Kata (ان) berasal dari bahasa Barbar

15. Kata (انية) dalam firman Allah (من عين انية) berasal dari bahasa Barbar yang berarti (حارة) dalam bahasa Barbar

16. Kata (أواه) berasal dari bahasa Habsyi

17. Kata (أواب) berasal dari bahasa Habsyi yang bermakna (المصباح)

18. Kata (أوبى) berasal dari bahasa Habsyi

19. Kata (الأولى و الأخرة) dalam firman Allah (الجاهلية الأولى) dan (فى الملة الأخرة) berasal dari bahasa Habsyi. Ini sebagaimana dinyatakan al-Zarkasyi dalam al-Burhan, di mana orang-orang Nabti menamakan al-akhirah dengan al-ula dan al-ula dengan al-akhirah.

B. Huruf ba

1. kata (بطائنها) dalam firman Allah (بطائنها من استبرق) berasal dari bahasa Qibti

2. Kata (بعير) dalam firman Allah (حمل بعير) berasal dari bahasa Ibrani

3. Kata (بيع) berasal dari bahasa Persi

C. huruf Ta

1. Kata (تتبيرا) dalam firman Allah (وليتبروا ما علوا تتبيرا) berasal dari bahasa Nabti

2. Kata (تحت) dalam firman Allah (فناداها من تحتها) berasal dari bahasa Nabti

3. Kata (تنور) berasal dari bahasa Persi

D. Huruf Jim

1. Kata (جبت) berasal dari bahasa Habsyi

2. Kata (جهنم) berasal dari bahasa Persyi

E. Huruf Ha

1. kata (حرام) berasal dari bahasa Habsyi

2. Kata (حصب) berasal dari bahasa Zanjiy

3. Kata (حطة) berasal dari bahasa ahlu al-kitab yang tidak diketahui maknanya dalam bahasa Arab.

4. Kata (حوب) dalam firman Allah (انه كان حوبا كبيرا) berasal dari bahasa Habsyi yang berarti (إثم)

5. Kata (حواريون) berasal dari bahasa Nabti

F. Huruf Dal

1. Kata (درست) berasal dari bahasa Ibrani

2. Kata (دري) berasal dari bahasa Habsyi

3. Kata (دينار) berasal dari bahasa Persi

G. Huruf Ra

1. Kata (راعنا) adalah bahasa yang digunakan orang Yahudi

2. Kata (ربانيون) berasal dari bahasa Ibrani atau Suryani, pendapat ini sebagaimana dinyatakan oleh al-Jawaliqi

3. Kata (ربيون) berasal dari bahasa Ibrani

4. Kata (الرس) berasal dari bahasa a’jamiy yang bermakna (البئر)

5. Kata (الرقيم) berasal dari bahasa Romawi

6. Kata (رمز) berasal dari bahasa Ibrani

7. Kata (رهو) dalam firman Allah (واترك البحر رهوا). Abu Qasim dalam bukunya Lughat al-Qur’an menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Nabti yang bermakna (سهلا), sementara al-Wasiti menganggapnya berasal dari bahasa Suryani yang bermakna (ساكنا)

8. Kata (الروم) berasal dari bahasa a’jamiy (asing), nama salah satu bangsa anak manusia.

H. Huruf Za

1. Kata (الزنجبيل) berasal dari bahasa Persi

I. Huruf Sin

1. Kata (سجدا) dalam firman Allah (وادخلوا الباب سجدا) berasal dari bahasa Suryani

2. Kata (السجل) berasal dari bahasa habsyi

4. Kata (سجيل) Ada berbagai pendapat tentang asal-usul kata سِجِلّ; sebagian mengatakan kata itu berasal dari Abyssinia dan berarti رجل (lelaki), Ibnu Jinni mengartikannya dengan surat dan menurutnya kata ini berasal dari bahasa Parsi, Khaffaji sepakat dengan pendapat yang mengatakan kata ini berasal dari Abyssinia dan berarti surat. Sedang Arthur Jeffery menolak dua pendapat tersebut dan menyatakan bahwa kata ini bukan berasal dari Abyssinia dan juga bukan dari Parsi, melainkan dari bahasa Yunani yang sepadan dengan kata Latin “sigillum

5. Kata (سجين). Abu Hatim tidak member komentar banyak perihal kata di atas, Ia hanya mengomentarinya dengan ungkapan (انه غير عربية)

6. Kata (سرادق) berasal dari bahasa Persi

7. Kata (سرى) berasal dari bahasa Persi

8. Kata (سفرة) berasal dari bahasa Nabti

9. Kata (سكر) berasal dari bahasa Habsyi

10. Kata (سلسبيل) adalah nama a’jamiy

11. Kata (سندس) berasal dari bahasa Persi

12. Kata (سيدها) dalam firman Allah (والفيا سيدها لدى الباب) berasal dari bahasa Qibti

13. Kata (سنين) berasal dari bahasa Habsyi

14. Kata (سينا) berasal dari bahasa Nabti

J. Huruf Syin

1. kata (شطر) dalam firman Allah (شطر المسجد الحرام) berasal dari bahasa Habsyi

2. Kata (شهر) berasal dari bahasa Suryani

K. Huruf Shad

1. kata (الصراط) berasal dari bahasa Romawi yang berarti (الطريق)

2. Kata (صرهن) berasal dari bahasa Nabti

L. Huruf Tha

1. Kata (طه) berasal dari bahasa Habsyi

2. Kata (الطاغوت) berasal dari bahasa Habsyi yang berarti (كاهن)

3. Kata (طفقا) berasal dari bahasa Romawi

4. Kata (طوبى) berasal dari bahasa Habsyi

5. Kata (الطور) berasal dari bahasa Suryani yang berarti (الجبل)

6. Kata (طوى) berasal dari bahasa Ibrani yang berarti (رجل)

M. Huruf ‘Ain

1. Kata (عبدت) dalam firman Allah (ان عبدت بنى اسرائيل) berasal dari bahasa nabti yang berarti (قتلت)

2. Kata (عدن) berasal dari bahasa Suryani

3. Kata (العرم) dalam firman Allah (سيل العرم) berasal dari bahasa Habsyi

N. Huruf Ghain

1. Kata (غساق) berasal dari bahasa Turki

2. Kata (غيض) berasal dari bahasa Habsyi

O. Huruf Fa

1. Kata (الفردوس) berasal dari bahasa Romawi yang bermakna (بستان)

2. Kata (فوم) berasal dari bahasa Ibri yang berarti (الحنطة)

P. Huruf Qaf

1. Kata (قرطاس) dalam ayat (وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَاباً فِي قِرْطَاسٍ). Penulis al-Kalimat al-Aromiyyah fil Lughotil Arobiyyah berpendapat bahwa kata ini bukan bahasa Arab asli dan berasal dari kata “charta” dalam bahasa Yunani sedang dalam bahasa Abyssinia adalah kartas. Sementara itu, al-Suyuthi hanya mengomentarinya dengan pernyataan “ان القرطاس غير عربى

2. Kata (القسط) dan (القسطاس) aslinya berasal dari bahasa Romawi

3. Kata (قسورة) berasal dari bahasa Habsyi

4. Kata (قطنا) berasal dari bahasa Nabti yang berarti (كتابنا)

5. Kata (قفل) aslinya adalah bahasa Persi

6. Kata (القمل), berarti (الدبا) dalam bahasa Ibri atau Suryani, sementara Abu Umar, ketika ditanya terkait kosa-kata tersebut, menyatakan ketidak tahuannya tentang asal-usul kosa-kata tersebut.[28]

7. Kata (قنطار), ada banyak pendapat terkait asal-usul kata tersebut. Setidaknya, ada empat pandangan berbeda sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi; Tsa‘âlabi menyatakan kata tersebut aslinya adalah Romawi, al-Kholil menduganya berasal dari Suryani, Ibnu Qutaibah menyatakan berasal dari Afrika, sementara yang lain menyatakan berasal dari bahasa Barbar.[29]

8. Kata (القيم) berasal dari bahasa Suryani

Q. Huruf Kaf

1. Kata (كافور) berasal dari bahasa Persi

Terkait kata (كافور) ini, Salman Harun dalam bukunya memberi catatan khusus dengan menyatakan bahwa kata tersebut sebenarnya bukanlah berasal dari bahasa Persia akan tetapi berasal dari kosa-kata bahasa Indonesia, yaitu dari kata kapur barus yang diserap oleh bahasa-bahasa lain di dunia, yang kemudian diserap ke dalam bahasa Arab.[30]

Salman Harun, Setelah mengungkapkan argumen-argumennya, lalu Ia menyatakan sebagai bangsa Indonesia kita patut berbangga di karenakan salah satu kosa-kata kita digunakan Allah sebagai pengungkap firman-Nya dalam al-Qur’an.

Apa yang diungkapkan Salman Harun di atas tentu patut diapresiasi. Tidak bermaksud mematahkan pernyataan beliau, rasanya pernyataan tersebut harus ditinjau ulang dengan menyajikan data-data ilmiyah yang lebih akurat dengan menjelaskan sejarah masing-masing bangsa, baik Arab maupun Indonesia serta mencari fakta-fakta kebersinggungan yang pernah terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa di dunia yang menjadi perantara kata (كافور) diserap ke dalam bahasa Arab.

3. Kata (كفر) dalam ayat (كفر عنهم سيئاتهم) berasal dari bahasa Ibrani

4. Kata (كفلين) berasal dari bahasa Habsyi

5. Kata (كتر) berasal dari bahasa Persi

6. Kata (كورت) dalam ayat (إذا الشمس كورت)berasal dari bahasa Persi

R. Huruf Mim

1. Kata (متكئا) aslinya adalah Habsyi

2. Kata (مرقوم) dalam firman Allah (كتاب مرقوم) berasal dari bahasa Ibri

3. Kata (مزجاة) berasal dari bahasa Qibti

4. Kata (مسك) berasal dari bahasa Persi

5. Kata (مشكاة) berasal dari bahasa Habsyi

6. Kata (مقاليد) dalam ayat (له مقاليد السموات الأرض) berasal dari bahasa Persi

7. Kata (ملكوت) berasal dari bahasa Nabti

8. Kata (مناص) berasal dari bahasa Nabti

9. Kata (منساة) berasal dari bahasa Habsyi

10. Kata (منفطر) berasal dari bahasa Habsyi

11. Kata (المهل) berasal dari bahasa Barbar

S. Huruf Nun

1. Kata (ناشئة) dalam firman Allah (إن ناشئة الليل) berasal dari bahasa Habsyi

T. Huruf Ha

1. kata (هدنا) berasal dari bahasa Ibrani

2. Kata (هون) dalam ayat (وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا ) berasal dari bahasa Suryani

3. Kata (هيت لك) berasal dari bahasa nabti

U. Huruf Waw

1. Kata (وراء) berasal dari bahasa Nabti

2. Kata (وردة) dalam firman Allah (فاءذا انشقت السماء فكانت وردة), tidak ada keterangan jelas terkait asal-usul kata ini tapi ada kesepakatan untuk menyatakan bahwa ia bukan bahasa Arab asli (ليس بعربى)

3. Kata (وزر) berasal dari bahasa Nabti

V. Huruf Ya

1. kata (ياقوت) berasal dari bahasa Persi

2. Kata (يحور) dalam ayat (انه ظن ان لن يحور) berasal dari bahasa Persi

3. Kata (يس) berasal dari bahasa Habsyi

4. Kata (يصدون) berasal dari bahasa Habsyi

Berangkat dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa memang terdapat kata-kata yang berasal dari bukan bahasa Arab dalam al-Qur’an. Sebaliknya pendapat yang meyakini bahwa al-Qur’an tidak mengandung kata-kata yang berasal dari bahasa asing, sebagaimana dinyatakan oleh Syahin adalah tidak benar karena tidak didukung oleh fakta-fakta yang ada.

Meski demikian kita akan melihat lebih jauh sikap-sikap para ulama yang saling bertentangan terkait adanya kata-kata serapan asing dalam al-Qur’an pada lembaran selanjutnya.

IV. Pendapat Para Ulama Terkait Persoalan Ta’rib dalam al-Qur’an

Sejak dahulu para ulama ternyata sudah banyak mendiskusikan hal ini. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang dengan sikap berbeda terkait persoalan kosa-kata serapan asing dalam al-Qur’an,[31] pendapat pertama dan kedua saling berbeda dan pendapat ketiga agaknya ingin menyatukannya.

1). Pendapat Pertama: al-Quran Seluruhnya Berbahasa Arab

Pendapat pertama mengatakan bahwa al-Quran 100% berbahasa arab, tidak ada unsur serapan dari bahasa lain. Hal itu karena di dalam al-Quran disebutkan secara tegas dan lebih dari satu kali tentang hal itu. Maka tidak pada tempatnya kalau kita mengatakan bahwa di dalam al-Quran ada bahasa selain bahasa Arab.

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf: 2)

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآناً أَعْجَمِيّاً لَّقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ

Dan jikalau Kami jadikan al-Quraan itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan, "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah dalam bahasa asing sedang Arab? Katakanlah, "Al-Quraan itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mu''min.(QS. Fushshilat: 44)

Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah, al-Imam al-Syâfi'i rahimahumullah, Ibnu Jarir al-Thabari, Abu Ubaidah, al-Qadhi Abu Bakar, dan Ibnu Faris.[32]

Imam al-Syafi'i mengatakan, "Di antara point penting dalam ilmu al-Quran adalah bahwa seluruh kitabullah ini diturunkan dalam bahasa arab. Memang ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa ada serapan bahasa lain selain bahasa arab di dalam al-Quran, namun hal itu bertentangan dengan keterangan di dalam al-Quran sendiri."

Imam al-syâfi'i menambahkan kalau ada ahli bahasa yang mengatakan bahwa di dalam al-Quran ada lafadz selain Arab, sebenarnya bukan demikian kejadiannya. Yang benar adalah bahwa ada sebagian orang Arab yang tidak tahu kalau ada lafadz bahasa Arab yang demikian, lantas dia beranggapan lafadz itu bukan Arab. Padahal bahasa Arab sangat banyak kosa katanya dan teramat luas cakupannya.

Atau apa yang dianggap oleh ahli bahasa sebagai lafadz bukan Arab, sebenarnya secara kebetulan memang ada di dalam bahasa lain. Namun lafadz itu tetap ada dalam bahasa arab. Dan kesamaa lafadz pada dua bahasa yang berbeda bukan hal yang aneh atau mustahil. Jadi, kalaulah ahli bahasa itu berpandangan bahwa ada lafadz non arab di dalam Al-Quran, sebenarnya yang terjadi adalah kebetulan ada lafadz dalam Al-Quran yang ada juga di dalam bahasa lain. Padahal lafadz itu dikenal dan ada dalam bahasa Arab.

Kalau ada yang mengatakan bahwa boleh Al-Quran mengandung bahasa lain karena memang diturunkan bukan hanya untuk orang arab, al-Syafi''i menjawab sebaliknya. Justru diturunkannya Al-Quran dalam bahasa Arab meski untuk semua manusia, tujuannya agar semua umat manusia belajar bahasa Arab. Bukan al-Quran yang harus berisi berbagai bahasa, tetapi berbagai bangsa itulah yang harus belajar bahasa Arab sebagai bahasa yang digunakan oleh Al-Quran.

Hal itu persis seperti keterangan di dalam Al-Quran sendiri:

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآناً عَرَبِيّاً لِّتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ

“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur''an dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura dan penduduk sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam”.(QS. Asy-Syura: 7)

قُرآناً عَرَبِيّاً غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَّعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Al-Quraan dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan supaya mereka bertakwa.(QS. Az-Zumar: 28)

Imam al-Syâfi'i mengatakan bahwa Allah menegaskan bahwa kitab-Nya itu berbahasa Arab, di semua ayat yang dibacakannya. Bahkan Allah menafikan semua bahasa yang bukan Arab di dalam kitab suci-Nya itu dalam 2 ayat yang lain:

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِّسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَـذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِينٌ

”Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur''an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan Muhammad belajar kepadanya bahasa ''Ajam, sedang Al-Qur''an adalah dalam bahasa Arab yang terang”. (QS. An-Nahl: 103)

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآناً أَعْجَمِيّاً لَّقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ

Dan jikalau Kami jadikan Al-Quraan itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan, "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah dalam bahasa asing sedang Arab? Katakanlah, "Al-Quraan itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mu''min.(QS. Fushshilat: 44)

Ibnu Faris mengatakan tidak ada di dalam kitabullah lafadz selain bahasa Arab. Sebab seandainya ada, pastilah akan ada tuduhan bahwa bahasa arab terlalu lemah dan tidak mampu menampung pesan yang banyak, sampai harus menggunakan bahasa lain untuk membantunya.[33] Dan tuduhan itu ternyata sudah dilemparkan oleh para orientalis, serta sudah dijadikan jenjang untuk sampai kepada tuduhan kelemahan Al-Quran.

Ulama di zaman sekarang yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Syeikh Ahmad Syakir, muhaqqiq kitab al-Mu'arrab minal Kalamil A'jami yang ditulis oleh al-Jawaliqi. Ia mengatakan bahwa anggapan adanya lafadz selain arab dalam al-Quran sebenarnya hanyalah perkiraan saja. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa para ahli bahasa itu pun tidak tahu asal muasal kata-kata itu.[34]

Padahal harus diketahui bahwa bangsa arab adalah bangsa yang sudah ada sejak zaman dahulu sebelum sejarah ditulis. Jauh sebelum zaman Ibrahim dan Ismail. Sudah ada sebelum masa keberadaan bahasa Kaldaniyah, bahasa Ibrani, bahasa Suryaniyah dan bahasa Persia. Jadi tidak ada istilah bahasa-bahasa yang lebih muda diserap ke dalam bahasa arab, yang ada sebenarnya lafadz-lafadz itu asli dari bahasa arab sejak dahulu, kemudian diserap oleh bahasa lain yang lebih muda, lalu datanglah orang-orang kemudian dan beranggapan bahwa lafadz itu serapan dari bahasa lain ke bahasa arab.

2). Pendapat Kedua: Adanya Bahasa Selain Arab dalam al-Quran

Di antara yang berpendapat seperti ini adalah al-Khuwayyi, Ibnu al-Naqib dan Imam al-Syaukani. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ibnu Ikrimah, Atha' dan lainnya dari ahli ilmu bahwa mereka telah menyatakan terdapat banyak bahasa ajam (non-arab) di dalam al-Quran.[35]

Di antaranya lafadz: thaha, al-yammu, at-thuur, ar-rabbaniyyuun, semuanya adalah bahasa Suryaniyah. Lafadz misykat serta kiflaini berasal dari serapan bahasa Romawi. Sedangkan lafadz shirath, qisthas, firdaus dan sejenisnya berasal dari serapan bahasa Habasyah.

Para ahli Nahwu (nuhat) telah bersepakat bahwa di dalam al-Quran ada begitu banyak lafadz yang mamnu' minas-sharf, baik karena merupakan al-'âlam (nama) atau karena kenon-araban ('ajam), seperti lafadz Ibrahim. Dan kalau disepakati adanya begitu banyak nama asing non Arab dalam al-Quran, maka tidak ada alasan untuk menolak adanya lafafz jinsi yang juga bukan Arab.[36]

Di antara hikmah adanya lafadz non-arab dalam al-Quran bahwa al-Quran mencakup ilmu terdahulu dan kemudian, serta mengabarkan segala sesuatu. Maka di dalamnya harus ada petunjuk kepada bermacam bahasa dan ragam lidah manusia, agar cakupannya menjadi sempurna. Maka dipilihlah dari berbagai macam bahasa itu beberapa kata yang paling baik, mudah serta paling banyak dilafadzkan oleh orang Arab.

Ibnu al-Naqib misalnya, beliau mengatakan bahwa merupakan karakteristik al-Quran adalah diturunkan dengan bahasa kaum yang memang kepada mereka al-Quran ini diturunkan. Dan al-Quran memang diturunkan bukan hanya untuk orang arab saja, tetapi untuk seluruh manusia. Maka tidak ada salahnya kalau di dalam al-Quran ada bahasa selain bahasa arab, seperti bahasa Romawi, Persia, Habasyah dan lainnya.[37]

Di antara ulama zaman sekarang yang berpendapat seperti ini adalah Dr. Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb dan Muhammad al-Sayyid Ali al-Balasi. Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb telah menuliskan pendapatnya dalam kitab berjudul Fushûl fi Fiqh ‘Arabiyyah. Salah satu ungkapan beliau di dalamnya adalah ”merupakan sebuah kesalahan mengingkari adanya unsur serapan bahasa asing di dalam bahasa arab fusha dan juga di dalam Al-Quran”.[38]

Muhammad al-Sayyid Ali al-Balasi dalam kritiknya atas kitab Al-Muhazzab mengatakan bahwa para ulama telah sepakat mengatakan adanya kalimat ‘ajam di dalam Al-Quran, yang telah diarabkan oleh bangsa Arab sebelumnya. Sehingga biar bagaimana pun tidak ada masalah bila kalimat yang asalnya bukan arab terdapat di dalam Al-Quran.

3). Pendapat Ketiga: Pertengahan

Pendapat ketiga memandang bahwa hujjah yang mewakili pendapat pertama dan kedua sama-sama kuat, tidak bisa dipatahkan begitu saja. Jadi pendapat ketiga ini agaknya ingin mengkompromikan kedua pendapat yang saling berbeda.

Di antara tokohnya adalah Abu Ubaid bin Qasim bin Salam, Ia pernah menyatakan bahwa meski suatu lafadz awalnya dianggap bukan dari bahasa arab, namun kemudian berubah menjadi bahasa arab. Sehingga ketika Al-Quran turun, lafadz itu sudah dikenal oleh bangsa arab dan sudah dianggap menjadi bagian dari bahasa arab. Maka kedua pendapat itu tidak salah dan tidak bertentangan secara hakikatnya. Yang mengatakan bahwa lafadz itu bukan bahasa arab, tidak bisa disalahkan karena mereka bisa dari asal muasal sejarah lafadz itu yang memang bukan arab. Tapi yang mengatakan bahwa lafadz itu adalah lafadz bahasa arab juga benar, sebab pada saat Al-Quran diturunkan lafadz itu sudah menjadi bagian dari bahasa arab.[39]

Pendapat ketiga ini prinsipnya tidak menyalahkan pendapat pertama atau kedua, tetapi menggabungkan semua hujjah untuk menjadi kesimpulan yang bisa disepakati bersama.

Dari ketiga pendapat di atas, pemakalah lebih cendrung kepada pendapat ke tiga ini. Tidak mudah memang, untuk memilih salah satu dari ketiga pendapat itu. Tapi rasanya yang paling mudah dan moderat sekaligus bisa menyatukan semua pendapat adalah pendapat yang ketiga.

Walhasil, meskipun terjadi perbedaan Filologis atau Fiqhul Lughoh tentang sebagian kosakata yang digunakan oleh al-Qur’an, tapi ada satu hal yang perlu kita cermati dan sadari untuk kemudian kita yakini bahwa perbedaan pendapat itu sama sekali tidak mengusik kefasihan al-Qur’an sedikit pun, kefasihan yang tidak akan tertandingi sampai akhir zaman.

V. Kesimpulan dan Penutup

Ta’rib adalah proses transfer atau penyerapan, perpindahan serta perubahan kosakata asing ke dalam bahasa Arab. Dan kosa-kata yang telah diserap oleh bahasa Arab dari bahasa-bahasa lain disebut dengan al-mu‘arrab.

Al-mu‘arrab (kosakata serapan), selain telah digunakan oleh masyarakat Arab pra Islam ternyata juga digunakan oleh Allah sebagai pengungkap firman-Nya melalui al-Qur’an.

Menyikapi persoalan ta’rib dalam al-Qur’an, para ulama memiliki sikap dan pandangan yang berbeda satu sama lain: kelompok pertama menolak adanya ta’rib dalam al-Qur’an. Kelompok kedua menyatakan adanya ta’rib dalam al-Qur’an. Kelompok ketiga cenderung mengambil jalan tengah dengan tidak menyalahkan kedua pendapat ulama yang berbeda.

Dari uraian-uraian di atas dapat terlihat dengan jelas jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan di awal tadi. Dimana pertanyaan pertama, yang menanyakan tentang keberadaan ta’rib di dalam al-Quran dapat terjawab dari pendapat kedua dan ketiga tadi. Bahwa ta’rib dalam al-Quran memang ada. Salah satu bukti dari adanya ta’rib yaitu potongan ayat yang terdaapt dalam surat al-Waqi’ah ayat 18 (بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِينٍ) yang mana kata أَبَارِيقَ berasal dari bahasa persi yang berarti saluran air atau menuangkan air, dan dalam potongan ayat pada surat al-A’raf ayat 176 ( وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ), yang mana kata أَخْلَدَ berasal dari bahasa Ibrani yang berarti rukun (sandaran). dan dalam potongan ayat dalam surat al-An’am ayat 74 ( وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ آزَر ) yang mana kata آزَر berasal dari bahasa Persi yang berarti Syaikh atau seseorang yang sudah tua. Masih banyak contoh lain yang membuktikan adanya ta’rib dalam al-Quran. Akan tetapi adanya ta’rib bukan untuk memperlemah bahasa dalam al-Quran, sebaliknya adanya ta’rib justru menjadi salah satu karakteristik al-Qur’an.

Kemudian untuk menjawab pertayaan yang kedua, bagaimana pendapat para ulama mengenai ta’rib dalam al-Quran? Mengenai hal ini ada 3 pendapat para ulama, yang pertama: yaitu para ulama yang menolak keberadan ta’rib dalam al-Quran. Mereka berpendapat bahwa al-Quran semuanya berbahasa arab. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam al-Syafi’i rahimakumullah, Ibnu Jarir at-Thabari, Abu Ubaidah, al-Qadhi Abu Bakar dan Ibn Faris. Pendapat kedua: menyatakan bahwa di dalam al-Quran terdapat ta’rib. Para ulama ini berpendapat bahwa di dalam al-Quran terdapat lafaz yang mamnu’ minas sharf, baik karna merupakan al-‘alam (nama) atau karna kenon-arabannya (‘ajam). Diantara ulama yang berpendapat seperti ini adalah : Al-Khuwayyi, Ibn al-Naqim. Dan diantara ulama sekarang yang berpendapat seperti ini adalah : Ramadhan Abdul Tawwab dan Muhammad As-Sayyid Ali Al- Balasi. Pendapat ketiga : pertengahan, Pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang mewakili pendapat pertama dan kedua. Di antara tokohnya adalah Abu Ubaid bin Qasim bin Salam, ia berpendapat bahwa meski suatu lafaz awalnya dianggap bukan dari bahasa Arab, namun kemudian berubah menjadi bahasa Arab. Sehinggga ketika al-Quran turun lafaz itu sudah dikenal oleh bangsa Arab dan sudah dianggap menjadi bagian dari bahasa Arab itu sendiri. Maka kedua pendapat ini tidak salah dan tidak bertentangan secara hakikatnya.

Dari ketiga pendapat di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat ke tiga. Tidak mudah memang, untuk memilih salah satu dari ketiga pendapat itu. Tapi rasanya yang paling mudah dan moderat sekaligus bisa menyatukan semua pendapat adalah pendapat yang ketiga. Pendapat ketiga ini prinsipnya tidak menyalahkan pendapat pertama atau kedua, tetapi menggabungkan semua hujjah untuk menjadi kesimpulan yang bisa disepakati bersama.

Walhasil, meskipun terjadi perbedaan Filologis atau Fiqhul Lughoh tentang sebagian kosakata yang digunakan oleh al-Qur’an, tapi ada satu hal yang perlu kita cermati dan sadari untuk kemudian kita yakini bahwa perbedaan pendapat itu sama sekali tidak mengusik kefasihan al-Qur’an sedikit pun, kefasihan yang tidak akan tertandingi sampai akhir zaman. Apalagi sejak dulu sampai sekarang tidak ada seorang pun yang sanggup menjawab tantangan al-Qur’an untuk menandinginya.

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً

Artinya: “Katakanlah: ‘kalau sekiranya berkumpul manusia dan jin untuk mendatangkan yang serupa dengan al-Qur’an, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang serupa dengannya walaupun sebagian mereka dengan sebagian yang lain tolong-menolong.” (QS. 17: 88).

Untuk mengakhiri tulisan ini, kami sengaja memuat apa yang pernah dipesankan oleh al-Suyuthi dengan menyatakan bahwa tidak ada yang harus dirisaukan dengan adanya ta'rib dalam al-Qur'an, sebaliknya lihatlah itu sebagai keistimewaan al-Qur'an dari kitab-kitab yang suci yang lain.

لا ترى فى تعريب القران للأعجمى خطرا, بل ترى فى ذلك مزية له على الكتب السابقة, ف "من خصائص القران على سائر كتب الله المنزلة انها نزلت بلغة القوم الذين انزلت عليهم, لم ينزل فيها شيء بلعة غيرهم, والقران احتوى على جميع لغات العرب, وانزل فيه بلغات غيرهم من الروم والفرس و شيء كثير

Wallahu A’lamu Bisshawab



[1] Ada banyak definisi yang diungkap oleh para pakar kebahasaan Arab terkait arti ta’rib. Emil Badi’ Yakub memuat dalam bukunya definisi-definisi yang dibuat oleh para pakar kebahasaan Arab, di antaranya : ان تتكلم العرب بالكلمة الأعجمية على نهجها و اصلوبها (artinya: manakala orang Arab menyebut atau mengatakan satu kata dari bahasa asing yang berlandaskan pada cara dan sisitem bahasanya). Atau ان تتكلم العرب بالكلمة الأعجمية مطلقا (artinya: manakala orang Arab menyebut atau mengatakan satu kata dari bahasa asing secara mutlak). Definisi lain adalah: نقل الكلمة من العجمية الى العربية (artinya: transfer kata dari bahasa asing ke bahasa Arab). Atau juga disebut: الأجنيى الذى غيره العرب باالنقص او الزيادة او القلب (artinya: kosa-kata asing yang telah dirubah orang Arab ‘menjadi bahasa mereka’ dengan cara pengurangan ‘al-naqsh’, penambahan ‘al-ziyadah’, dan pembalikan ‘al-qalb’. Lihat semua itu dalam Emil Badi’ Ya’qub, Fiqhu al-Lughah al-Arabiyyah wa Khasâisuhâ, (Beirut: Dâr al-Tsaqafah al-Islâmiyyah, tt), hal. 215

[2] yaitu surat Yusuf ayat 2, al-Ra’d ayat 39, al-Nahl ayat 103, Thaha ayat 113, al-Syu’ara’ ayat 195, al-Zumar ayat 28, Fushshilat ayat 44, al-Syura ayat 7, al-Zukhruf ayat 3, dan al-Ahqaf ayat 12. Redaksi lengkap ayat-ayat di atas dapat dilihat pada halaman terakhir makalah

[3] Salman Harun, Mutiara al-Qur’an, Aktualisasi Pesan al-Qur’an dalam Kehidupan, (Jakarta: Kaldera, 1999), cet. III, hal. 162. Baca juga Abd al-Faris Sâlim, Tarikh al-‘Arab Qabl al-Islam, (al-Iskandariah: tp, tt), hal. 45

[4] Jalâluddin al-Suyûthi selanjutnya disebut (al-Suyûthi) menyatakan: terdapat tiga pandangan yang bersebrangan tentang penggunaan kosakata asing dalam al-Qur’an. Kelompok pertama mengingkarinya secara mutlak dengan mengemukakan dalil-dalil dari al-qur’an, mereka adalah: Imâm al-Syâfi’I, Ibn Jarir, Abû ‘Ubaidah, Qâdi Abu Bakar, dan ibn Faris. Kelompok kedua sedikit lebih terbuka, menurut mereka selain nama-nama khusus seperti Ibrahim dsb yang digunakan dalam al-Qur’an adalah bahasa Arab asli. Kelompok ketiga lebih terbuka dari kelompok kedua. Mereka berpendapat bukan hanya nama-nama saja yang telah diserap tapi ada juga kosakata lain yang juga telah diserap dan terdapat dalam al-Qur’an. Lihat, al-Suyûthi dalam al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2005), cet I, Juz I, hal. 193-201.

[5] al-Qur’an berkali-kali mengisyaratkan dirinya sebagai sebagai huda (petunjuk). Seperti terdapat dalam ayat kedua surat al-Baqarah berbunyi : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.

[6] M. Quraish Syihab, Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), cet. IV, hal. 111

[7] Tantangan itu dapat dilihat, misalnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 23: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Lihat juga surat al-Isra’ ayat 88: “Katakanlah: sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul membuat yang serupa dengan al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. Atau sanggahan al-Qur’an seperti terdapat dalam surat al-Haqqah ayat 41: “dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya”.

[8] Masnal Jazuli, al-Isytirâk fi al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Padang: Hayfa Press, 2008), hal 17.

[9] Emil Badi’ Ya’kub, Fiqhu al-Lughah al-Arabiyyah wa Khasâisuhâ, hal. 113

[10] M. Qurais Shihab, Mukjizat al-Qur’an, hal. 90.

[11] Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-‘Arabiyyah, (Kairo: Maktabah al-Khaniji, tt,), hal. 359

[12] Faktor penghubung terpenting daerah jazirah Arab dengan dunia luar adalah perdagangan. Jauh sebelum Masehi, setelah jalan dagang melalui jalan laut merah tidak aman lagi, orang-orang Yaman sudah menjadi perantara perdagangan antara Timur dan Barat. Setelah kerajaan mereka melemah, kedudukan mereka digantikan oleh orang-orang Quraisy. Makkah dan Arabia pada masa itu relative makmur. Pada masa itulah diperkirakan terjadi persinggungan kebudayaan dan kata-kata dari banyak bahasa teradopsi ke dalam bahasa Arab. Bahasa Arab menjadi kaya dengan kosa-kata yang berasal dari kebudayaan-kebudayaan sekelilingnya, yang kemudian digunakan oleh al-Qur’an. Uraian lengkap tentang ini dapat dilihat dalam buku Salman Harun, Mutiara al-Qur’an, hal. 166-168.

[13] Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-‘Arabiyyah, hal. 358. Baca juga Yunus Ali al-Muhdar dan Bey Arifin, Sejarah Kesustraan Arab, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1938), hal. 17-18

[14] ‘Abd Wâhid Wâfi, Fiqh al-Lughah, (Kairo: Dâr Nahdhah Misr li al-Thab’i wa al-Nasri, 1945), hal. 200

[15] Kesimpulan ini lengkapnya adalah :

من هذا كله نلاحظ ان اختلاط العرب باليرهم من لشعوب ادى الى التأثر بها من الناحية اللغوية, وهذه ظاهرة طبيعية

Baca Khalid Muflih Isa, al-Lughah al-‘Arabiyah baina al—Fushâ wa al-‘Âmiyah, (Dâr al-Jamâhiriyyah li al-Nasyri wa al-I’lan, 1987), hal. 59. Lihat juga pernyataan Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb dalam Fushûl fi Fiqh al-Lugah, hal. 358 :

وأهم ناحية يظهر فيه هذا التأثير, هي الناحية المتعلقة بالمفردات, ففى هذه الناحية على الأخص, تنشط حركة التبادل بين اللغات, ويكثر اقتباسها بعضها من بعض

Selain dua buku di atas, dapat dilihat juga dalam buku Muhammad al-Mubârak yang membahas secara khusus dalam sub judul تأثر العربية بغيرها من اللغات terkait persoalan saling keterpengaruhan satu bahasa dengan bahasa lainnya. Muhammad al-Mubârak, Fiqh al-Lughah wa Khasâisuhâ, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1960), Hal. 290-301.

[16] Baca Khalid Muflih Isa, al-Lughah al-‘Arabiyah baina al-Fushâ wa al-‘Âmiyah, hal. 59-60

[17] M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an, hal. 89

[18] W. Wontgomery Watt, Richard Bell: Pengantar Qur’an, Penerjamah: Lilian D. Tedjasudhana, judul asli: Bell’s Introduction to the Qur’an, (Jakarta: INIS, 1998), hal. 74.

[19] Bunyi lengkapnya adalah :

والواقع أن البحث اللغوي اثبت وجود المعرب فى القران, ففيه من الفارسية, واليونانية, و من الحبشة, ومن التركية القديمة, و من القبطية....

Baca Emil Badi’ Ya’kub, Fiqhu al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khasâisuhâ, hal. 219

[20] Emil Badi’ Ya’kub, Fiqhu al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khasâisuhâ, hal. 217

[21] Arthur Jeffery adalah seorang orientalis yang memperoleh profesornya di bidang semitic (bahasa-bahasa semit). Ia banyak menulis tentang al-Qur’an, di antara karyanya di bidang ini adalah : The Quran as a scripture (Quran sebagai kitab injil ), the textual history of the Quran (textual sejarah Quran); the orthography of the Samarqad codex (ortografi Samarqad Naskah kuno); Materials for the history of the text of the Quran (Material untuk sejarah teks Quran ),and The Foreign vocabulary of the Quran (kosa kata asing dalam al-Qur’an).

[22] Arthur Jeffery, Foreign Vocabulary of the Quran, (Oriental institute, 1938), hal. 13

[23] Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Sabur Syahin, memiliki karya di bidang qiraat dengan judul buku: al-Qiraat al-Qur’aniyyah fi Dau’ ‘Ilm al-Lughah al-Hadis dsb.

[24] Salman Harun, Mutiara al-Qur’an, hal. 163-166

[25] Ramadhân Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-Lughah, hal. 363. Bandingkan dengan Emil Badi' Ya'kub, Fiqhu al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khasâisuhâ, hal. 218

[26] al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 200-201

[27] Baca al-Suyûthi, al-Muhazzabu fima waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab, hal. 5-25.

[28] Komentar Abu ‘Umar, lengkapnya adalah (لا اعرفه فى لغة احد من العرب). Baca al-Suyûthi dalam al-Muhazzabu fima waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab, hal. 19

[29] al-Suyûthi, “al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an “, hal. 199. Lihat juga al-Suyûthi, dalam al-Muhazzabu fima waqa’a fi al-Qur’n min al-Mu’arrab, hal. 19

[30] Argumen yang dikemukakan Salman Harun adalah : Kapur barus, yang setelah diserap ke dalam bahasa Arab menjadi (كافور) merupakan komiditi dagang internasional semenjak abad ke-2 Masehi. Kapur barus hanya dihasilkan di pantai barat Sumatera dengan kota Barus sebagai pelabuhannya. Berdasarkan kapur barus sebagai komoditi dagang internasional dan pengembaraan kata itu di dalam bahasa-bahasa dunia semenjak abad-abad awal Masehi, sehingga menurutnya kata (كافور) adalah satu-satunya kosakata bahasa Indonesia yang terdapat di dalam al-Qur’an. Baca Salman Harun, Mutiara al-Qur’an, hal. 168

[31] Pembahasan tentang sikap yang berkembang pada kalangan ulama terkait kosa-kata asing dalam al-Qur’an dapat dijumpai pada buku-buku karya ulama Islam, seperti al-Suyuthi dalam al-Itqân fi Ulûm al-Qur’an, bahkan al-Suyûthi secara khusus menulis tentang Kosa-kata serapan ini dalam karyanya yang berjudul al-Muhazzabu fima waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab, di samping itu bisa juga dilihat dalam buku al-Mu’arrab min al-kalam al-a’jamiy karya al-Jawaliqi, al-Istiqâq wa al-Ta’rib karya Abd al-Qâdir al-Maghribi, atau bisa juga dilihat dalam karya tokoh non Muslim, seperti Jeffery dalam karyanya yang berjudul The Foreign Vocabulary of The Quran.

[32] Al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 193

[33] Al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 193-194

[34] Ramadhan Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-Lughah, hal. 361-362

[35] Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-Lugah hal. 360

[36] Al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 194

[37] Selengkapnya Pernyataan Ibnu Al-Naqib adalah :

من خصائص القرآن على سائر كتب الله المنزلة أنها نزلت بلغة القوم الذين أنزلت عليهم، لم ينزل فيها شيء بلغة غيرهم. والقرآن احتوى على جميع لغات العرب وأنزل فيه بلغات غيرهم من الروم والفرس والحبشة شيء كثير

Lihat al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 194

[38] Ramadhân ‘Abd al-Thawwâb, Fushûl fi Fiqh al-Lughah, hal. 363.

[39] Pernyataan Abu Ubaid, lengkapnya adalah:

والصواب عندي مذهب فيه تصديق القولين جميعاً، وذلك أن هذه الأحرف أصولها أعجمية، كما قال الفقهاء، لكنها وقعت للعرب فعربتها بألسنتها وحولتها عن ألفاظ العجم إلى ألفاظها، فصارت عربيد، ثم نزل القرآن وقد اختلطت هذه الحروف بكلام العرب، فمن قال إنها عربية فهو صادق ومن قال: إنها عجيبة فصادق Lihat Al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 195

2 komentar:

  1. Asslmu'alaikum.... kak bermanfaat bnget kbetulan lgi butuh bnget persoalan ta'rib... oya tolong posting tentang KEMAMPUAN SISWA MEMBEDAKAN BENTUK ISIM MUFRAD, MUTSANNA, JAMA' DONK...please,,,,taw yg berkaitanlah kak yo....

    BalasHapus
  2. alhmadulillah sangat bermanfaat, syukran. izin copas

    BalasHapus

 
Blogger Templates